sumber |
Dia memiliki hasrat untuk tetap dalam kehidupan dan aktivitas sehari-hari dalam dunianya sendiri. Tawaran datang menghampirinya, ada yang berniat untuk membiayai segala pendidikan. Dia sadar, itu adalah tawaran yang terbaik saat itu, namun dia menolak dengan alasan, "Aku masih memiliki tanggungan untuk biaya hidup dan keluargaku". Tawaran itu memaksa karena tujuannya memang baik, dengan berjanji setiap bulan akan membayar setiap kewajiban administrasi pendidikan itu. Dengan adanya janji tersebut, semangatnya timbul dengan harapan dapat memberikan setitik cahaya di masa depannya sebagai manusia.
Demi membalas sebuah kebaikan yang diberikannya, dia tekun dan semangat dalam menempuh pendidikan. Pagi, siang dan malam berusaha untuk belajar dan belajar. Alhasil, dengan ketekunan belajarnya, dia mendapatkan dana bantuan dari Lembaga Pendidikan tersebut. Dia mendapatkan keringanan dengan dibebaskan dana pendidikan selama setahun. Tangisnya tak henti-henti, ternyata apa yg sudah diperjuangkan akhirnya tercapai. Dengan hasil yang bagi dia maksimal, setidaknya dapat memberikan keringanan kepada seseorang yang menjanjikan pembayaran pendidikan tersebut.
Hingga suatu hari, disaat tahun ajaran baru (selesainya dana bantuan pendidikan) yang memaksanya untuk melengkapi kembali segala administrasi pendidikan, dia mengutarakan maksudnya dengan harapan dana yang sudah pernah dijanjikan seseorang itu. Jawaban ternyata tidak sesuai dengan harapan, seseorang itu mengalami defisit financial yang mengharuskan untuk tidak dapat memberikan dana lagi. Dia kecewa namun tetap sabar dan sadar, karena musibah dapat terjadi kepada siapa saja. Hanya yang sangat disayangkan bagi dia, seseorang itu (yang mengaku defisit) malah menghamburkan uang tersebut hanya untuk membayar taksi demi menemui orang lain yang menurut seseorang itu pantas untuk ditemui. Anehnya lagi, seseorang itu sangat gigih mempertahankan orang lain itu daripada sebuah janji yang sudah di ucapkan untuk membayar dana pendidikan itu. Hanya dengan alasan sebuah silahturahmi. Namun jika silahturahmi mengapa hanya kepada orang itu? Lainnya tidak pernah di silahturahmi, sungguh aneh!
Dia sedih, tidak adil memang, namun dia masih percaya akan takdir Sang Pencipta, apa yang dikerjakan baik hasilnya pasti baik. Dia terus berusaha, dengan menggadaikan sebuah alat transportasi satu-satunya (motor), dia bayarkan segala keperluan administrasi pendidikan itu. Dia sadar, bahwa menggadaikan alat transportasi itu dapat mengurangi aktivitas pekerjaannya, namun demi sebuah cita-cita dia rela mengorbankan apa yang dimilikinya saat itu. Bahkan, dengan emosinya dia ingin mengembalikan semua yang pernah diperolehnya dari seseorang itu, termasuk janji.
Lalu apa yang salah pada dia? Kepercayaan yang terlalu mendalam akan janji-janji yang dia terima? Atau haruskah marah kepada seseorang itu?
Kawan, maafkan saya yang hanya dapat mendengar dan hanya mampu mengucap, "Yang Sabar.." Saya juga marah mendengar cerita itu, bagaimana pun juga, JANJI ADALAH HUTANG YANG HARUS DITEPATI DAN PILIHAN ADALAH RESIKO HARUS DIPERTANGGUNGJAWABKAN!
sumber : google buzz from gajahpesing
terima kasih atas publikasinya
siip keren om gajah
janji.. hmmmmmm..